Semenjak tahun 1997, kita bangsa Indonesia dihadapkan pada sebuah fenomena ekonomi yang sangat memberatkan. Dimana fenomena ini tidak hanya berakibat pada dimensi ekonomi saja, tetapi berakibat pada dimensi-dimensi lain yang tidak kalah semrawutnya. Dan sekarang orang telah mengatakan bahwa bangsa Indonesia sedang mengalamai krisis multidimensi. Tiga periode kepemimpinan bangsa melalui otoritas moneternya telah mencoba mengangkat Bangsa Indonesia lepas dari lingkaran krisis ini. Namun hasilnya selalu berbenturan dengan berbagai kepentingan, baik kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan lain sebagainya. Dengan demikian produk kebijaksanaan yang di tawarkan oleh Ketiga Pemimpin bangsa tersebut hasilnya tidak begitu menggembirakan. Periode Habiebie tercatat ada kemajuan dalam iklim politik dan pers bangsa, periode Gus dur, adalah periode kemunduran politik dimana legislative dan exekutif tidak dapat lagi memperjuangkan dan mempertahankan keutuhan bangsa. Friksi-friksi berkembang pada tataran yang sangat mengkhawatirkan, dan jatuhlah Gus dur. Periode Megawati, yang pada masa kampanye sangat bersemangat akan membela rakyat ternyata tidak berbeda dengan periode Habiebie dan Gus dur. Dari ketiga periode kepemimpinan ini, kebijaksanaan yang ditelorkan sedikit sekali yang menyentuh dimensi ekonomi. Dimensi politik sangat dominan. Sehingga tidaklah salah kalau dikatakan bahwa bangkitnya perekonomian Indonesia masih sangat jauh. Walaupun upaya penanganan dampak krisis telah banyak model dan telah menghabiskan triliunan rupiah, namun sekali lagi tidak menyentuh pada akar permasalahan. Bahkan dalam realiasasinya banyak indikasi-indikasi kearah penyimpangan yang hal ini belum secara tuntas diselesaikan. Belum lagi akibat dari kenaikan harga BBM, rakyat telah sangat berat menanggung beban yang datangnya baru kemarin sore (tahun 1997).
Dalam menghadapi krisis multidimensi yang akan masih berlangsung ini, perlu kiranya kita mencermati suatu hal yang lebih mendasar. Salah satunya adalah bahwa system ekonomi yang dianut oleh kita adalah ekonomi kapitalis (walaupun ada kalangan yang mengatakan bahwa system ekonomi Indonesia adalah system ekonomi campuran yaitu Kapitalis dan Pancasila—padahal dua hal ini sangat kontradiktif dari segi Ideologi). System ekonomi kapitalis mengharuskan penganutnya untuk mengejar produktivitas tinggi dengan penggunaan minimal alat-alat produksi (termasuk manusia) dengan harapan akan mendapatkan output/profit yang tinggi. Hal lain yang perlu kita perhatikan dalam mencermati krisis ini adalah bahwa ekonomi kapital menggunakan dan akan selalu terkait dengan bunga (interest). Sehingga tingkat suku bunga akan sangat berpengaruh pada penciptaan iklim perekonomian bangsa ini. Medio 1997 tingkat suku bunga berada pada posisi yang sangat tinggi dan hal ini berimplikasi pada macetnya sector riel kita dan berguguranlah Bank-bank Nasional. Jadi selama kita menganut system ekonomi dimana bunga (interest) berperan penting maka kita akan selalu dibayang-bayangi oleh krisis ekonomi (tanpa melihat apakah itu negara kaya, maju, negara miskin atau negara berkembang) contoh antara lain Venezuela negara pengekspor minyak terkena krisis belum lagi Argentina yang sampai sekarang masih berada pada posisi yang sama, termasuk kita bangsa Indonesia.
Bagaimana selanjutnya?
Selama tidak ada alternatif system ekonomi yang digunakan (padahal ada—yaitu system ekonomi syari’ah) maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai titik awal pembangunan ekonomi kembali, antara lain :
1. Sense of crises. Eksekutif dan legislative hendaknya menampilkan teladan kepada masyarakat untuk lebih hidup pada kesederhanaan. Dan kebijaksanaan yang dikeluarkan haruslah mencerminkan hal ini, bukan malah menciptakan kontra produktif.
2. Penegakan hukum bagi pelaku-pelaku kriminal ekonomi (white colar crime) baik “ kelas kakap atau kelas teri”. Bila perlu penyitaan langsung asset-aset yang dimilikinya.
3. Mendorong masyarakat untuk lebih meningkatkan produktivitasnya, sehingga dalam kondisi krisis ini atau kapan pun masyarakat mampu menghadapinya. Tidak melulu dijejali dengan subsidi-subsidi. Dimana subsidi ini tidak terlalu menyentuh pada akar permasalahan bahkan cenderung untuk menurunkan daya tahan masyarakat menghadapi krisis.
4. Pemberdayaan elemen-elemen ekonomi masyarakat yang telah ada di tataran grass root melalui pemerintah daerah, sehingga tercipta ketahanan ekonomi masyarakat khususnya ekonomi daerah.
Peran Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah bagian dari lembaga eksekutif yang langsung berhubungan dengan masyarakat dan paling sering menjadi sasaran masyarakat untuk berdemonstrasi. Untuk itu perlu peran aktif pemerintah daerah dalam meminimalisir dampak krisis dan memaksimalkan produktivitas masyarakat. Ini dimungkinkan karena pemerintah daerah berkepentingan langsung dengan kondisi perekonomian daerahnya.
Dalam kaitan dengan kedua hal ini perlu dilihat bahwa pemberdayaan masyarakat yang selama ini terjadi adalah dalam bentuk pinjaman atau pemberian dana/modal, yang tidak dibarengi dengan pembinaan secara kontinyu dan pengawasan secara ketat. Sebagai akibatnya masyarakat banyak tergantung dan berharap banyak kepada pinjaman atau bantuan pemerintah tersebut. Disamping itu juga memberikan pendidikan yang kurang baik bagi masyarakat, dimana masyarakat diarahkan pada ketergantungan, yang manakala pemerintah tidak mampu lagi, maka gejolak akan muncul.
Dimana peran pemerintah daerah?
Ada beberapa cara untuk meminimalisir dampak krisis dan sekaligus meningkatkan produktivitas masyarakat di daeah antara lain :
1. Memberikan pelatihan-pelatihan berwiraswasta kepada masyarakat secara luas. Pegawai negeri sipil, militer, swasta, petani, nelayan, dan sebagainya, umumnya hanya memiliki satu keahlian atau satu profesi saja, yaitu yang sekarang dilaksanakan atau dikerjakan. Sehingga pada saat pensiun, pada saat di PHK, pada saat paceklik pada saat tidak bisa melaut dan sebagainya -- aktivitas kerja terhenti sementara atau seterusnya -- mereka tidak bisa lagi melakukan aktivitas ekonomi/kerja. Karena memang tidak ada keahlian untuk itu. Hal ini juga menunjukan berkurangnya produktivitas daerah atau nasional. Melihat hal tersebut maka pelatihan berwiraswasta akan mengalihkan aktivitas ekonomi/kerja -- bagi yang berhenti sementara atau berhenti seterusnya tersebut – kepada sektor wiraswasta. Keuntungan lain apabila hal ini ditindak lanjuti dengan baik maka ekonomi daerah akan lebih terangkat. Dan bila terjadi krisis ekonomi, maka masyarakat telah siap dengan usaha-usaha baru yang lebih bisa bertahan.
2. Pemerintah daerah juga dapat merekomendasikan kepada para pengusaha dan kepada instansi – instansi lain untuk dapat melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan pemerintah daerah , untuk melakukan pelatihan wiraswasta kepada karyawan atau stafnya atau bahkan kepada masyarakat sekitarnya.
3. Yang paling penting dari pelatihan wiraswasta tersebut adalah pembinaan yang kontinyu serta perlindungan usaha serta penciptaan lingkungan usaha yang kondusif dari pemerintah daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar